Mungkin judul artikel di atas terkesan bombastis dan impossible.Akan tetapi jika kita melanjutkan membaca dan mencoba berfikir realistis, maka hal tersebut merupakan perkara yang kemungkinan benarnya sangat tinggi.Artikel ini saya buat memang tidak berdasarkan bukti tertulis ataupun hasil tes medis mengenai status virginitas (keperawanan)mahasiswi UIN Jogja.Ulasan ini dibuat berdasarkan penulusuran pribadi dan hasil wawancara terbatas dengan sumber penulis maupun rekan-rekannya.
Munculnya angka 70% juga merupakan rekomendasi dari sumber penulis yang sampai saat ini masih menjadi mahasiswa aktif UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sedangkan saya sendiri merupakan alumni dari salah satu fakultas perguruan tinggi Islam tersebut. Penulusuran saya bermula dari kecurigaan (dan kekhwatiran saya kalau itu benar) terhadap pola hidup dan kebiasaan temen-temen mahasiswa UIN Jogkja, khususnya temen-temen perempuan. Bermula dari hal yang sangat mudah kita temui, yaitu mahasiswa UIN Jogja yang tidak sholat (atau paling tidak sering bolong, jika hal ini diangkat mungkin angkanya mencapai 90%), kemudianberlanjut ke pergaulan malam, dari warung kopi (tempat nongkrong para aktivis) dan juga cafe serta club. Memang untuk jumlah mahasiswa UIN Jogja yang sering dugembaru sekitar 20% dan anehnya meskipun seringkali petugas menemukan KTM UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ketika mereka check in, tidak pernah ada penyebutan kampus UIN dalam parade kampus di club (dalam acara dugeman sering kali disebutkan nama-nama kampus yang datang pada malem itu diiringi dengan teriakan kebanggaan kampus masing-masing). Kecurigaan penulis berlanjut pada mahasiswi-mahasiswi yang sering pulang larut, baik itu nongkrong di warung kopi, dugem, maupun di tempat lainnya.Dari sebuah warung kopi yang sangat prestisius di kalangan aktivist mahasiswa UIN, yaitu Warung Kopi Blandongan, penulis bertemu dengan sumber awalJuni kemarin.Perlu diketahui bahwa sumber penulis merupakan kenalan lama dan sama-sama hidup di organisasi ekstra kampus.Melalui obrolan ringan, penulis mulai melakukan perbincangan dengan sumber dengan tema yang sangat spesifik dan subversif, yaitu tingkat keperawanan mahasiswi UIN Sunan Kalijaga. Dari obrolan itu penulis dapatkan fakta yang cukup mencengangkan, yaitu keluar pernyataan dari sumber (yang faham betul pola hidup mahasiswa/i UIN Jogja) bahwa prakiraan mahasiswi UIN yang pernah bersetubuh mencapai 70%, dengan kata lain sudah tidak perawan.
Jika langsung ke perkiraan, mahasiswi UIN yang tidak perawan menurut saya sampai 70% dari jumlah seluruhnya.Itu yang perempuan, kalau yang laki-laki, saya belum tahu tapi yang jelas lebih tinggi”, tuturnya. Menurut sumber, banyak faktor yang dapat mendukung perkiraannya tersebut, pertama, banyak mahasiswi UIN yang keluar sampai malam dan tidak bisa pulang ke kos dikarenakan rata-rata kos putri di Jogja tutup jam 9 malam, maka dari itusolusi mereka adalah kos temen, warnet, atau (yang mengerikan) kos cowoknya atau paling tidak temen deket laki-laki mereka (kos putra rata-rata bisa keluar masuk 24 jam dengan sistem pegang kunci masing-masing). Kedua, kampus tidak pernah melakukan pendidikan akhlak dengan baik dan juga tidak pernah melakukan tes keperawanan pada mahasiswinya, baikpada waktu masuk kuliah maupun di waktu kelulusan. Ketiga, dan ini yang paling penting menurut sumber, paham liberalisme di kampus.Paham ini dimasukkan melalui mata kuliah dan merupakan bagian dari kurikulum, hampir di seluruh fakultas.Kebebasan berfikir, demokrasi,kritik agama, sampai pada perilaku budaya-budaya orang eropa-amerika yang bisa dihormati (kata halus dari ditiru).Untuk penyebab ketiga ini, sumber juga menjelaskan bahwa kampus UIN Jogja tidak melakukan pembendungan terhadap arus liberalisasi dan seks bebas yang sedang digencarkan oleh kaum liberalis melalui TV, Majalah, film, dan juga media online. Bahkan kampus UIN Jogja malah melakukan tindakan sebaliknya, yaitu dengan cara membiarkan saja hal itu berjalan. Ditambah lagi UIN Jogja sudah meminimalisir kajian keagamaan dari sumber kitab klasik, ilmu yang diambil kebanyakan dari sarjana kekinian yang faham keagamaannya cenderung liberal dan dangkal.
Penulis kemudian menyakan secara eksplisit fakta yang bisa menunjukkan kebenaran pernyataannya tentang tingkat keperawanan mahasiswa UIN.
“Mas nya pengen kesaksian langsung?” tanyanya simple tanpa beban. Penulis pun mengangguk pelan. Sumber memberikan isyarat untuk menunggu sebentar, sambil langsung berdiri dan bergabung dengan beberapa temannya di sisi lain warung kopi Blandongan. Gelak tawa terjadi antara mereka dan kelihatannya sumber merupakan seorang aktivis dan memiliki pengaruh besar terhadap teman-temannya.Setelah bercengkerama sambil memegangi pundak seorang temannya (untuk menunjukkan persekawanan dan sambil berbisik sebentar), sumber kembali ke tempat duduk penulis beserta teman yang tadi dipeganga pundaknya.
Setelah berjabat tangan dan memperkenalkan nama, kami sepakat bahwa dia akan memberikan kesaksian dengan syarat perlindungan identitas, penulispun menyanggupi tanpa ragu. Berikut cuplikan wawancara dan kesaksiannya dengan sedikit perubahan bahasa tanpa mengurangi substansinya (dalam kesepakatan dia bersedia ditulis dengan inisial A.K).
Pen : Ok, apa yang bisa anda jelaskan mengenai materi kami, saya pikir xxx (saya menyebut nama sumber) telah menjelaskan tentang penelitian saya.
A.K : Identity protection?
Pen : A hundred percent .
A.K :Oke., langsung aja deh, lagian mungkin ada baiknya hal ini diceritakan dan menjadi pelajaran bagi semua. Hampir setiap mahasiswi UIN yang saya kenal (hampir looh, ga semua) pernah tidur sekamar berdua dengan saya.And…, well, jika tanya yang kami lakukan, pikir aja sendiri (penulis serius dengan memandangnya tanpa kedip), Oke.., oke.., kami ciuman, bercumbu, buka baju, buka BH dan seterusnya!
Pen : Seterusnya.., ML Maksudnya?
A.K : Hemm.., ga semua mas. Beberapa mahasiswi (yang baru khususnya), masih sayang ma perawannya.Jadi kadang ya main atas aja, trus palingan nyepong(istilah untuk oral seks). Tapi paling kalau sekarang lebih gampang mas, karena setahu saya yang masuk UIN dengan status TIDAK PERAWAN sudah banyak, mereka ML di waktu SMA atau bahkan SMP.
Pen : Itu hampir semua temen cewek mu yang UIN?
A.K : Yah., Syari’ah, Tarbiyah, Ushuludin, Dakwah.., pokoknya cewek UIN yang pernah deket sama aku bisa dipastikan kedua putingnya udah bau mulutku dan sebagian mulutnya dah pernah nyepong punya gue.
Pen : Kamu mbayar itu?
A.K : Yaa ndak lah mas. Cewek UIN loh banyak yang kebelet buat gituan , ngapa musti mbayar. Yaa… paling temen deket, rayu dikit, ajak main ke kos. Udah itu., bisa dipastikan BH nya ga selamet. Kalau tentang yang mbayar, ntar tanya sendiri ma sumber mas tuhh., dia tahu banyak.(A.K sambil tertawa melihat kearah sumber).
Pen : Kamu pernah ML?, dengan anak UIN maksudnya, tolong ceritakan.
A.K : Heheee.., barang cewek UIN.., pernah mas satu. Begini, hampir cewek UIN yang kenal sama saya, bibir, dada, perutnya ga selamet. Tapi kalau sampai ML ya cuman pernah sama satu orang, meskipun berkali-kali siiih… Prosesnyasama mas dengan yang saya ceritakan tadi, ketemu trus kenalan, sms, janjian buat ketemuan, ajak ke kos. Pertemuan pertama dan kedua masih belum mau, tapi ketiga, insya Allah udah bisa dirasakan tubuhnya. Usut punya usut, ternyata dia memang udah ga perawan, waktu SMA dia sudah pernah ML. Whatever, barangnya masih bagus kok mas., saya aja ampe ketagihan berkali-kali. Hehe… Oh ya mas.., saya pun anak UIN loh..,
Pen : Wow.., (penulis sebenarnya terkejut mendengar kesaksian itu akan tetapi berusaha menerima dengan biasa untuk kepentingan wawancara).
Perbincangan kami masih berlanjut hingga malam, dia menceritakan dengan tanpa beban tentang lika-liku kehidupan mahasiswi UIN Jogja khususnya para aktivist.Sering keluar malam, pergi boncengan dengan teman cowok, bahkan banyak yang sering main ke kamar cowoknya di siang hari. Menjelang jam 12 malam, Blandongan sudah mau tutup, kami pun berjabat tangan dan saling berpamitan untuk mengundurkan diri. Penulis pergi berboncengan dengan sumber dengan pikiran mantap baru saja mendapatkan bahan, tapi dengan hati teriris karena kecurigaan penulis ternyata benar.
Di sekitar UIN Sunan Kalijaga, setidaknya ada empat daerah kos-kosan yang mayoritas penghuninya mahasiswa/I UIN, yaitu Sapen (selatan kampus), Papringan (Timur Laut), Perum POLRI Gowok, dan Demangan. Dari beberapa rumah hunian kos, ada juga yang berjalan dengan sistem dikontrakkan, khususnya di Perum Polri Gowok. Berdasarkan penelusuran penulis, kontrakan ini lah yang sangat ironis dan membahayakan. Hal ini disebabkan, wewenang diserahkan sepenuhnya oleh si pengontrak, jadi nyaris tidak ada control sama sekali dari pihak manapun. Memang ada petugas ronda di malam hari, akan tetapi di siang hari penghuni kontrakan bisa bebas keluar masuk membawa temen perempuan ke dalam kamar mereka. Dengan fakta ini, pembatasan jam 9 sudah tidak artinya, karena pasangan masiswa/I UIN biasanya ngamar di kamar yang cowok di siang hari.
Munculnya angka 70% juga merupakan rekomendasi dari sumber penulis yang sampai saat ini masih menjadi mahasiswa aktif UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sedangkan saya sendiri merupakan alumni dari salah satu fakultas perguruan tinggi Islam tersebut. Penulusuran saya bermula dari kecurigaan (dan kekhwatiran saya kalau itu benar) terhadap pola hidup dan kebiasaan temen-temen mahasiswa UIN Jogkja, khususnya temen-temen perempuan. Bermula dari hal yang sangat mudah kita temui, yaitu mahasiswa UIN Jogja yang tidak sholat (atau paling tidak sering bolong, jika hal ini diangkat mungkin angkanya mencapai 90%), kemudianberlanjut ke pergaulan malam, dari warung kopi (tempat nongkrong para aktivis) dan juga cafe serta club. Memang untuk jumlah mahasiswa UIN Jogja yang sering dugembaru sekitar 20% dan anehnya meskipun seringkali petugas menemukan KTM UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ketika mereka check in, tidak pernah ada penyebutan kampus UIN dalam parade kampus di club (dalam acara dugeman sering kali disebutkan nama-nama kampus yang datang pada malem itu diiringi dengan teriakan kebanggaan kampus masing-masing). Kecurigaan penulis berlanjut pada mahasiswi-mahasiswi yang sering pulang larut, baik itu nongkrong di warung kopi, dugem, maupun di tempat lainnya.Dari sebuah warung kopi yang sangat prestisius di kalangan aktivist mahasiswa UIN, yaitu Warung Kopi Blandongan, penulis bertemu dengan sumber awalJuni kemarin.Perlu diketahui bahwa sumber penulis merupakan kenalan lama dan sama-sama hidup di organisasi ekstra kampus.Melalui obrolan ringan, penulis mulai melakukan perbincangan dengan sumber dengan tema yang sangat spesifik dan subversif, yaitu tingkat keperawanan mahasiswi UIN Sunan Kalijaga. Dari obrolan itu penulis dapatkan fakta yang cukup mencengangkan, yaitu keluar pernyataan dari sumber (yang faham betul pola hidup mahasiswa/i UIN Jogja) bahwa prakiraan mahasiswi UIN yang pernah bersetubuh mencapai 70%, dengan kata lain sudah tidak perawan.
Jika langsung ke perkiraan, mahasiswi UIN yang tidak perawan menurut saya sampai 70% dari jumlah seluruhnya.Itu yang perempuan, kalau yang laki-laki, saya belum tahu tapi yang jelas lebih tinggi”, tuturnya. Menurut sumber, banyak faktor yang dapat mendukung perkiraannya tersebut, pertama, banyak mahasiswi UIN yang keluar sampai malam dan tidak bisa pulang ke kos dikarenakan rata-rata kos putri di Jogja tutup jam 9 malam, maka dari itusolusi mereka adalah kos temen, warnet, atau (yang mengerikan) kos cowoknya atau paling tidak temen deket laki-laki mereka (kos putra rata-rata bisa keluar masuk 24 jam dengan sistem pegang kunci masing-masing). Kedua, kampus tidak pernah melakukan pendidikan akhlak dengan baik dan juga tidak pernah melakukan tes keperawanan pada mahasiswinya, baikpada waktu masuk kuliah maupun di waktu kelulusan. Ketiga, dan ini yang paling penting menurut sumber, paham liberalisme di kampus.Paham ini dimasukkan melalui mata kuliah dan merupakan bagian dari kurikulum, hampir di seluruh fakultas.Kebebasan berfikir, demokrasi,kritik agama, sampai pada perilaku budaya-budaya orang eropa-amerika yang bisa dihormati (kata halus dari ditiru).Untuk penyebab ketiga ini, sumber juga menjelaskan bahwa kampus UIN Jogja tidak melakukan pembendungan terhadap arus liberalisasi dan seks bebas yang sedang digencarkan oleh kaum liberalis melalui TV, Majalah, film, dan juga media online. Bahkan kampus UIN Jogja malah melakukan tindakan sebaliknya, yaitu dengan cara membiarkan saja hal itu berjalan. Ditambah lagi UIN Jogja sudah meminimalisir kajian keagamaan dari sumber kitab klasik, ilmu yang diambil kebanyakan dari sarjana kekinian yang faham keagamaannya cenderung liberal dan dangkal.
Penulis kemudian menyakan secara eksplisit fakta yang bisa menunjukkan kebenaran pernyataannya tentang tingkat keperawanan mahasiswa UIN.
“Mas nya pengen kesaksian langsung?” tanyanya simple tanpa beban. Penulis pun mengangguk pelan. Sumber memberikan isyarat untuk menunggu sebentar, sambil langsung berdiri dan bergabung dengan beberapa temannya di sisi lain warung kopi Blandongan. Gelak tawa terjadi antara mereka dan kelihatannya sumber merupakan seorang aktivis dan memiliki pengaruh besar terhadap teman-temannya.Setelah bercengkerama sambil memegangi pundak seorang temannya (untuk menunjukkan persekawanan dan sambil berbisik sebentar), sumber kembali ke tempat duduk penulis beserta teman yang tadi dipeganga pundaknya.
Setelah berjabat tangan dan memperkenalkan nama, kami sepakat bahwa dia akan memberikan kesaksian dengan syarat perlindungan identitas, penulispun menyanggupi tanpa ragu. Berikut cuplikan wawancara dan kesaksiannya dengan sedikit perubahan bahasa tanpa mengurangi substansinya (dalam kesepakatan dia bersedia ditulis dengan inisial A.K).
Pen : Ok, apa yang bisa anda jelaskan mengenai materi kami, saya pikir xxx (saya menyebut nama sumber) telah menjelaskan tentang penelitian saya.
A.K : Identity protection?
Pen : A hundred percent .
A.K :Oke., langsung aja deh, lagian mungkin ada baiknya hal ini diceritakan dan menjadi pelajaran bagi semua. Hampir setiap mahasiswi UIN yang saya kenal (hampir looh, ga semua) pernah tidur sekamar berdua dengan saya.And…, well, jika tanya yang kami lakukan, pikir aja sendiri (penulis serius dengan memandangnya tanpa kedip), Oke.., oke.., kami ciuman, bercumbu, buka baju, buka BH dan seterusnya!
Pen : Seterusnya.., ML Maksudnya?
A.K : Hemm.., ga semua mas. Beberapa mahasiswi (yang baru khususnya), masih sayang ma perawannya.Jadi kadang ya main atas aja, trus palingan nyepong(istilah untuk oral seks). Tapi paling kalau sekarang lebih gampang mas, karena setahu saya yang masuk UIN dengan status TIDAK PERAWAN sudah banyak, mereka ML di waktu SMA atau bahkan SMP.
Pen : Itu hampir semua temen cewek mu yang UIN?
A.K : Yah., Syari’ah, Tarbiyah, Ushuludin, Dakwah.., pokoknya cewek UIN yang pernah deket sama aku bisa dipastikan kedua putingnya udah bau mulutku dan sebagian mulutnya dah pernah nyepong punya gue.
Pen : Kamu mbayar itu?
A.K : Yaa ndak lah mas. Cewek UIN loh banyak yang kebelet buat gituan , ngapa musti mbayar. Yaa… paling temen deket, rayu dikit, ajak main ke kos. Udah itu., bisa dipastikan BH nya ga selamet. Kalau tentang yang mbayar, ntar tanya sendiri ma sumber mas tuhh., dia tahu banyak.(A.K sambil tertawa melihat kearah sumber).
Pen : Kamu pernah ML?, dengan anak UIN maksudnya, tolong ceritakan.
A.K : Heheee.., barang cewek UIN.., pernah mas satu. Begini, hampir cewek UIN yang kenal sama saya, bibir, dada, perutnya ga selamet. Tapi kalau sampai ML ya cuman pernah sama satu orang, meskipun berkali-kali siiih… Prosesnyasama mas dengan yang saya ceritakan tadi, ketemu trus kenalan, sms, janjian buat ketemuan, ajak ke kos. Pertemuan pertama dan kedua masih belum mau, tapi ketiga, insya Allah udah bisa dirasakan tubuhnya. Usut punya usut, ternyata dia memang udah ga perawan, waktu SMA dia sudah pernah ML. Whatever, barangnya masih bagus kok mas., saya aja ampe ketagihan berkali-kali. Hehe… Oh ya mas.., saya pun anak UIN loh..,
Pen : Wow.., (penulis sebenarnya terkejut mendengar kesaksian itu akan tetapi berusaha menerima dengan biasa untuk kepentingan wawancara).
Perbincangan kami masih berlanjut hingga malam, dia menceritakan dengan tanpa beban tentang lika-liku kehidupan mahasiswi UIN Jogja khususnya para aktivist.Sering keluar malam, pergi boncengan dengan teman cowok, bahkan banyak yang sering main ke kamar cowoknya di siang hari. Menjelang jam 12 malam, Blandongan sudah mau tutup, kami pun berjabat tangan dan saling berpamitan untuk mengundurkan diri. Penulis pergi berboncengan dengan sumber dengan pikiran mantap baru saja mendapatkan bahan, tapi dengan hati teriris karena kecurigaan penulis ternyata benar.
Di sekitar UIN Sunan Kalijaga, setidaknya ada empat daerah kos-kosan yang mayoritas penghuninya mahasiswa/I UIN, yaitu Sapen (selatan kampus), Papringan (Timur Laut), Perum POLRI Gowok, dan Demangan. Dari beberapa rumah hunian kos, ada juga yang berjalan dengan sistem dikontrakkan, khususnya di Perum Polri Gowok. Berdasarkan penelusuran penulis, kontrakan ini lah yang sangat ironis dan membahayakan. Hal ini disebabkan, wewenang diserahkan sepenuhnya oleh si pengontrak, jadi nyaris tidak ada control sama sekali dari pihak manapun. Memang ada petugas ronda di malam hari, akan tetapi di siang hari penghuni kontrakan bisa bebas keluar masuk membawa temen perempuan ke dalam kamar mereka. Dengan fakta ini, pembatasan jam 9 sudah tidak artinya, karena pasangan masiswa/I UIN biasanya ngamar di kamar yang cowok di siang hari.
sumber : http://www.kaskus.co.id/thread/510226f70c75b4184d000008/70-mahasiswi-uin-sunan-kalijaga-yogyakarta-sudah-tidak-perawan/
sungguh ironis sekali, univeritas islam gt loh
ReplyDeleteYang Terbaru Dan TerHOT ada juga dimari..mampir yuk..
NGENTOT AYAM DI KOST
NGENTOT MACAN DI KAMAR MANDI
MEKI PERAWAN ABG SUPER CANTIK
AMOY IMUT 16 TAHUN TOKET RANUM MEKI RIMBUN
AMOY SPG CANTIK BISPAK
TANTE HAMIL MUDA SANGE MINTA DI EXE
MEKI MULUS ANAK SMA BIKIN CENAT-CENUT
NGENTOT SAMPE CROT BERSAMA TANTE WIDYA
MEKI TEMBEM GUNDUL ABG IMUT